Pajak E-commerce 2025: Apa Dampaknya Bagi Penjual di Shopee & Tokopedia?

Per Juli 2025, pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan baru tentang pajak e-commerce yang mengatur transaksi di platform seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop. Bagi para penjual online, perubahan ini bukan hal kecil. Artikel ini akan membahas isi kebijakan, dampaknya, dan strategi adaptasi agar bisnis tetap aman dan berkembang.


1. Latar Belakang Kebijakan Pajak E-commerce

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengawasi pertumbuhan ekonomi digital, termasuk e-commerce. Data menunjukkan bahwa perputaran uang di sektor ini mencapai ratusan triliun rupiah, namun kontribusi pajaknya masih rendah.

Untuk itu, mulai Juli 2025:

  • Platform marketplace wajib memungut dan menyetorkan PPN atas transaksi yang terjadi di platform mereka.
  • Penjual yang telah melebihi omzet Rp500 juta/tahun diwajibkan untuk memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).

2. Apa yang Berubah untuk Penjual Shopee dan Tokopedia?

Sebelumnya, pemungutan pajak masih longgar. Namun kini:

  • Marketplace akan memotong otomatis PPN 11% dari penjualan produk.
  • Pemotongan akan terlihat di dashboard laporan penjual.
  • Penjual akan menerima uang bersih setelah dikurangi PPN dan komisi.

Contoh:
Jika kamu menjual barang Rp100.000:

  • Komisi platform: Rp5.000 (misal 5%)
  • PPN: Rp11.000
  • Uang diterima: Rp84.000

3. Wajibkah Penjual Memiliki NPWP dan PKP?

Tidak semua. Hanya jika:

  • Omzet kamu melebihi Rp500 juta per tahun, maka kamu wajib memiliki NPWP dan menjadi PKP.
  • Jika omzet di bawah itu, kamu masih bisa jualan seperti biasa, tetapi tetap terkena potongan PPN otomatis dari platform.

Namun, memiliki NPWP/Pajak pribadi juga bermanfaat untuk:

  • Mengikuti program pembinaan UMKM
  • Mendapat fasilitas kredit usaha
  • Legalitas usaha yang lebih kuat

Baca Juga: Strategi Jitu Memanfaatkan Momen Tanggal Gajian dan Tanggal Cantik untuk Promosi Bisnis Online


4. Apakah Pajak E-commerce Ini Merugikan Seller?

Jawabannya tergantung dari cara melihatnya. Di satu sisi:

  • Seller harus menerima penghasilan bersih lebih kecil (karena dipotong PPN)
  • Harga jual menjadi lebih tinggi jika PPN dibebankan ke pembeli

Namun dari sisi lain:

  • Penjual kecil dengan omzet <500 juta tetap bisa berjualan tanpa PKP
  • Adanya transparansi dan legalitas bisa mendukung ekspansi bisnis lebih luas
  • Peluang untuk ikut lelang pemerintah, masuk B2B, atau menjual di luar negeri akan terbuka dengan status PKP

5. Strategi Penyesuaian untuk Seller Online

a. Revisi Harga dan Margin
Tentukan harga baru agar tetap mendapatkan margin yang aman setelah pajak.

b. Transparansi Harga
Sertakan catatan di deskripsi produk bahwa harga sudah termasuk PPN.

c. Perbaiki Pembukuan
Mulailah mencatat pemasukan dan pengeluaran secara rapi agar siap ketika omzet mendekati batas wajib pajak.

d. Manfaatkan Konsultasi Pajak
Hubungi konsultan pajak atau kantor pajak setempat jika omzet kamu sudah besar.

e. Gunakan Label Legalitas
Tonjolkan bahwa tokomu taat pajak sebagai bentuk kepercayaan pelanggan dan brand value.

Baca Juga: 7 Tips Google Ads yang Wajib Dicoba agar Bisnis Makin Cuan


6. Apakah TikTok Shop Juga Terkena Dampaknya?

Ya. Semua platform e-commerce yang melakukan transaksi, termasuk TikTok Shop, Blibli, Lazada, dan lainnya, juga diwajibkan memungut PPN sesuai aturan DJP. Tidak ada pengecualian.


Kesimpulan

Pajak e-commerce bukanlah penghalang, melainkan bagian dari profesionalisasi bisnis online. Dengan bersikap adaptif, jujur, dan memperbaiki sistem pembukuan, kamu bisa tetap tumbuh bahkan di tengah regulasi baru.


Masih bingung tentang pajak e-commerce dan strategi adaptasinya? Konsultasi gratis langsung di:
https://createchub.id/chatblog

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top